Penjualan mobil di dalam negeri terkesan stagnan sejak 2013 sebab selalu terjebak di level 1 jutaan unit per tahun. Pada tahun ini pun penjualan terasa lesu hingga muncul gagasan pemberian insentif baru.
Sekretaris Umum (Sekum) Gabungan Industri Otomotif Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengungkap industri otomotif selama satu dekade terakhir tak pernah mencapai rekor baru.
Penjualan mobil tertinggi Indonesia sepanjang masa terjadi pada 2013 yaitu sebanyak 1,23 juta unit. Setelah itu penjualan terus turun, terutama saat dirujak efek pandemi Covid-19, hingga kini berusaha bangkit tapi masih tertatih-tatih.
Kemunculan segmen baru, yakni mobil-mobil elektrifikasi di dalam negeri belum cukup membantu Indonesia keluar dari jebakan 1 juta unit seperti halnya penerbitan Low Cost Green Car (LCGC) pada 2013. Nyaris 93 persen penjualan mobil pada 2023 yang sebanyak 1 juta unit diwakili mobil pembakaran internal.
Kukuh menilai salah satu penyebab industri otomotif tak bisa melampaui pencapaian tertinggi karena berkaitan erat dengan angka pendapatan masyarakat yang tak tumbuh lebih tinggi dari kenaikan harga mobil saban tahun.
“Mengenai penjualan mobil berkaitan erat dengan tingkat pendapatan. bahwa harga kendaraan kita ini naiknya luar biasa sehingga kemudian menimbulkan gap yang besar antara harga mobil dan pendapatan,” kata dia di kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Rabu (10/7).
Di tempat yang sama, peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Riyanto, menjelaskan gap antara harga mobil dan pendapatan per kapita, sudah berlangsung mulai 2013.
Menurut Riyanto kenaikan harga mobil pada 2013 hingga 2023 tembus 7 persen. Dia juga menyoroti kenaikan itu tak sejalan dengan rata-rata inflasi.
Misalnya, kata Riyanto, harga Avanza tipe G 2013 masih berada di kisaran Rp160 juta sedangkan sekarang Rp255 juta.
“Ini menandakan ada masalah. Kenaikan lebih besar daripada pendapatan per kapita jadi konsisten penyebab adalah harga mobil tidak terjangkau oleh pendapatan per kapita,” katanya di kantor Kemenperin, Rabu (10/7).
Kenaikan harga jual mobil On The Road (OTR) yang dibebankan ke pembeli melambung tinggi dipengaruhi beban pajak daerah yang dipungut pemerintah provinsi seperti Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Pajak-pajak yang dibebankan ke mobil baru dikatakan membuat harga melonjak hingga 40 persen dari harga yang dirilis produsen.
Mobil baru jadi primadona bagi pemerintah provinsi. Menurut Kukuh sumbangan pajak kendaraan ke pendapatan daerah bisa tembus 80 persen.
Kukuh menyebut sudah berkomunikasi dengan sejumlah pemerintah daerah untuk menurunkan pajak kendaraan bermotor, dengan harapan menjadi stimulus pembelian.
“Beberapa pemda sudah sadar terutama di Jawa, tapi mereka sedang hitung. Seperti kemarin waktu GIIAS di Bandung itu dimanfaatkan untuk beri insentif, siapa beli kendaraan dapat pembebasan pajak ini Pemda Jabar lakukan dan Jawa Timur,” tuturnya.
Kondisi ini juga sudah mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sedang mengusulkan pemberian insentif fiskal berupa pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk pembelian mobil yang diproduksi di dalam negeri.
Hal ini diperlukan untuk mengatasi stagnasi pasar mobil domestik di level 1 juta unit setahun dalam 10 tahun terakhir. Pemberian insentif ini diyakini bisa mendongkrak penjualan mobil domestik yang ujungnya bisa menggairahkan ekonomi nasional.
Menurut Agus, hal ini berkaca pada pengalaman saat pandemi pada 2021-2022. Saat itu, pemerintah juga membebaskan PPnBM untuk pembelian mobil dengan kapasitas mesin 1.500 cc ke bawah. Kala itu penjualan meningkat 113 persen.
“Langkah yang dapat kita lakukan adalah memberikan insentif fiskal berupa PPnBM DTP (ditanggung pemerintah) bagi kendaraan yang diproduksi di dalam negeri,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang dalam sambutannya yang dibacakan Plt Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Putu Juli Ardika di Kantor Kemenperin, Rabu (10/7).