Ahli Bongkar Bukti-bukti Cuaca Bumi Makin ‘Aneh’ akibat Krisis Iklim

Ahli Bongkar Bukti-bukti Cuaca Bumi Makin 'Aneh' akibat Krisis Iklim

Perubahan iklim global diakui memicu gejala cuaca yang makin aneh saja, seperti gelombang panas (heatwave) dan turbulensi pesawat yang makin sering. Alarm bahaya!

“Ke mana pun kita memandang di seluruh dunia, kita melihat bahwa peristiwa cuaca ini semakin parah akibat perubahan iklim, dan hal itu membahayakan kita semua,” kata ilmuwan iklim Katharine Hayhoe, dikutip dari Space.

Beberapa contoh di antaranya adalah turbulensi yang makin terasa hebat, curah hujan yang memecahkan rekor, gelombang panas yang mematikan, dan kebakaran hutan yang makin mengamuk di banyak negara.

Peristiwa-peristiwa cuaca ini memang pernah terjadi sebelumnya. Masalahnya, peristiwa-peristiwa tersebut terjadi lebih sering dan dalam skala yang jauh lebih besar.

Jawabannya bukan rahasia. Iklim Bumi berubah secara dramatis selama 4,5 miliar tahun sejarahnya. Lingkungan menjadi lebih hangat dan lebih dingin dari sebelumnya. Namun, laju perubahan saat ini menjadi makin membahayakan.

“Kita masing-masing, di mana pun kita tinggal, mengalami dampak perubahan iklim saat ini,” kata Hayhoe, yang juga peneliti utama untuk Pusat Sains Adaptasi Iklim Selatan-Tengah Departemen Dalam Negeri.

Salah satu dampak langsung yang signifikan dari perubahan iklim ialag peningkatan peristiwa cuaca ekstrem yang membahayakan nyawa dan berdampak besar pada ekonomi.

Menurut studi di Jurnal Nature pada 2023, peristiwa cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim merugikan dunia sebesar US$143 miliar per tahun, yang sebagian besarnya (63 persen) disebabkan oleh hilangnya nyawa manusia.

Berikut gejala-gejala cuaca yang makin liar itu:

Gelombang panas

 

Salah satu dampak perubahan iklim yang paling kentara adalah gelombang panas yang jauh lebih intens.

Yang terbaru adalah di sepanjang Pantai Barat AS yang membuat Las Vegas mencapai rekor suhu tertinggi sepanjang masa, yaitu 120 derajat Fahrenheit (49 derajat Celsius). Sekitar 36 juta orang terdampak peringatan gelombang panas ekstrem tersebut.

Di Arab Saudi, dilansir LiveScience dari BBC, lebih dari 1.300 orang meninggal selama ibadah haji yang bertepatan dengan gelombang panas yang luar biasa. Suhu 52 derajat Celsius dilaporkan melanda Masjidil Haram, Mekkah.

Yunani juga baru saja mengalami gelombang panas paling awal yang tercatat di negara tersebut. Bbeberapa wisatawan meninggal, termasuk presenter TV dan radio Inggris Michael Mosley.

India bagian utara juga terguncang oleh gelombang panas paling parah yang pernah terjadi dengan suhu 49 derajat Celsius. Musim panas di India sebenarnya terkenal panas dan lembap, tetapi gelombang panas tahun ini lebih panjang, lebih intens, dan jauh lebih sering terjadi.

Gelombang panas terjadi ketika sistem atmosfer bertekanan tinggi bergerak masuk dan mendorong udara hangat ke bawah menuju tanah. Saat ini, sistem bertekanan tinggi diperparah dengan kondisi Bumi yang memanas, yang memicu lingkaran setan.

“Semakin hangat, semakin kuat sistem bertekanan tinggi, dan semakin kuat sistem bertekanan tinggi, semakin hangat,” jelas Hayhoe.

Hujan lebat, banjir bandang

 

Efek samping lain dari dunia yang memanas adalah atmosfer yang lebih hangat yang menahan lebih banyak uap air.

Di mana pun udara yang mengandung uap air melewati daratan atau menyatu menjadi sistem badai, ia dapat menghasilkan curah hujan yang lebih deras, termasuk hujan lebat dan badai salju.

‘Sungai atmosfer’, yang merupakan area yang mengandung uap air di langit, ialah salah satu faktor utama dalam peristiwa curah hujan lebat.

Ketika salah satu sungai ini mendekati gunung, udara dipaksa naik. Saat itu, udara mendingin dan air mengembun dan jatuh sebagai hujan.

“Jadi yang terjadi adalah sungai atmosfer menjadi lebih kuat dan besar karena mereka menyerap lebih banyak uap air. Lagi pula, semakin hangat, semakin banyak air yang menguap dari lautan,” urai Hayhoe.

Selama musim gugur dan musim dingin 2023/2024, curah hujan di Inggris dan Irlandia sekitar 20 persen lebih deras karena perubahan iklim yang disebabkan manusia, menurut World Weather Attribution.

Pada Mei, banjir dahsyat melanda Afghanistan, menewaskan lebih dari 300 orang di provinsi Baghlan, Takhar, dan Badakhshan. Pada Juni, hujan lebat melanda Swiss, Prancis, dan Italia yang menyebabkan tanah longsor dan banjir besar, sedikitnya tujuh orang dilaporkan tewas.

Badai

 

Badai, angin topan, atau pun tornado termasuk jenis fenomena cuaca yang dikenal sebagai siklon tropis.

Siklon tropis adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan sistem awan dan badai petir yang berputar yang berasal dari perairan tropis atau subtropis dan memiliki sirkulasi tingkat rendah yang tertutup, menurut Badan Kelautan dan Atmosfer AS (NOAA).

Setelah kecepatan angin mencapai 74 mil per jam atau lebih tinggi, siklon tropis diklasifikasikan sebagai badai, topan, atau siklon tropis, tergantung dari mana badai itu berasal.

Apa pun namanya, badai ini unik karena ditenagai oleh air laut yang hangat. Sementara, lautan sangat rentan terhadap perubahan iklim

“90 persen dari panas tambahan yang terperangkap di dalam sistem iklim masuk ke laut, bukan atmosfer,” ungkap Hayhoe.

Artinya, ada banyak energi untuk menggerakkan badai yang lebih kuat. Dengan demikian, sebagian besar badai yang diberi nama semakin menguat dan berkembang menjadi badai topan, topan, dan siklon tropis.

“Badai tidak hanya menguat lebih cepat, tetapi juga bergerak lebih lambat. Jadi, badai tersebut berada di atas Anda lebih lama dan menghasilkan lebih banyak hujan,” papar Hayhoe.

Badai Harvey, yang melanda AS pada 2017 adalah badai signifikan pertama yang melanda AS. Para ilmuwan menemukan selama badai tersebut curah hujan di Houston, Texas tiga kali lebih mungkin terjadi dan 15 persen lebih intens.

Karhutla

 

Dampak signifikan lain dari perubahan iklim adalah meningkatnya frekuensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang parah. Bukan saja karena hutan yang makin kering akibat pemanasan global, ada pula pengaruh petir yang makin banyak menyambar yang memicu api.

Kebakaran hutan telah menghancurkan lebih dari 1,7 juta hektare lahan selama tiga bulan pertama 2024 di AS saja, menurut The Independent.

Meski sebagian besar kebakaran disebabkan oleh kebakaran yang tidak disengaja oleh manusia, insiden tersebut diperburuk oleh perubahan iklim, khususnya cuaca yang lebih panas dan kering.

“Bayangkan Anda secara tidak sengaja menjatuhkan korek api ke tumpukan kayu basah berwarna hijau. Apa yang terjadi? Enggak kenapa-kenapa. Bayangkan jika ada salju di sekitar kayu, tidak akan terjadi apa-apa,” Hayhoe menjelaskan.

“Sekarang bayangkan Anda menjatuhkan korek api itu ke tumpukan kayu kering yang telah terbakar dalam suhu yang sangat panas selama berminggu-minggu, dan bahkan berbulan-bulan,” lanjutnya.

“Itulah sebabnya kita melihat daerah-daerah tersebut terbakar oleh karhutla dan jumlah kebakaran hutan besar meningkat.”

Musim kebakaran hutan juga datang lebih awal dan berlangsung lebih lama. Misalnya, musim kebakaran hutan di Kanada tahun ini dimulai pada Februari, sama seperti tahun lalu. Namun, sebelumnya, musim kebakaran baru dimulai pada bulan Maret.

Pada 2023, Kanada mengalami musim kebakaran yang tiada duanya, dengan sekitar 45 juta hektar lahan terbakar akibat lebih dari 6.500 kebakaran. Sebagai perbandingan, total luas lahan yang terbakar pada tahun 2023 delapan kali lebih tinggi dari rata-rata 40 tahun, menurut laporan BBC.

Sayangnya, skenario yang menghancurkan ini akan semakin umum terjadi akibat perubahan iklim.

Tidak seperti kebakaran hutan di AS, sebagian besar kebakaran hutan di hutan utara, seperti yang terjadi di Kanada, disebabkan oleh sambaran petir, bukan manusia.

Melansir BBC, para ilmuwan memperkirakan peningkatan frekuensi petir sebesar 11-31 persen untuk setiap derajat pemanasan global.

Hal ini karena udara yang lebih hangat dapat menahan lebih banyak uap air, sekitar 7 persen lebih banyak uap air per 1,8 derajat Fahrenheit (1 derajat Celsius) pemanasan.

Karena uap air merupakan unsur utama dalam perkembangan badai petir, semakin banyak uap air di udara, semakin tinggi kemungkinan terjadinya badai petir dan sambaran petir yang menyertainya.

Turbulensi

 

Pada Mei 2024, pesawat Singapore Airlines mengalami turbulensi hebat yang mengakibatkan satu orang meninggal karena dugaan serangan jantung dengan beberapa lainnya luka parah.

Pada bulan yang sama, penerbangan Qatar Airways dari Doha ke Irlandia mengalami turbulensi hebat di atas Turki, yang mengakibatkan 12 orang luka-luka.

Juli 2024, puluhan orang luka-luka setelah sebuah penerbangan Air Europa dilanda turbulensi hebat. Penerbangan dari Spanyol ke Uruguay itu harus melakukan pendaratan darurat di Brasil.

Sedikit turbulensi adalah hal yang wajar bagi para pelancong udara. Namun, peningkatan insiden turbulensi parah baru-baru ini membuat orang bertanya-tanya apakah perubahan iklim yang harus disalahkan.

Ada dua jenis utama turbulensi udara yang memengaruhi perjalanan udara; satu disebabkan oleh badai petir, dan yang lainnya adalah turbulensi “udara bersih.”

Turbulensi yang disebabkan oleh badai petir kemungkinan akan meningkat karena frekuensi badai petir meningkat akibat perubahan iklim, seperti yang telah dibahas sebelumnya.

Namun, jenis turbulensi ini tidak terlalu bermasalah bagi pilot, karena terkait dengan badai dan karenanya lebih mudah diprediksi.

Jenis kedua, turbulensi “udara jernih” yang juga disebut “turbulensi tak kasat mata” sangat tidak dapat diprediksi dan merupakan salah satu penyebab terbesar insiden penerbangan terkait cuaca.

Turbulensi ini diperkirakan akan memburuk seiring perubahan iklim, dan dalam skenario perubahan iklim tertentu, turbulensi ini dapat menjadi empat kali lebih sering terjadi pada tahun 2050 dibandingkan dengan riwayat sebelumnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *