Hampir 70 Persen Anak Muda Berobat Lewat Telehealth, Apa Alasannya?

5G, AI, analitik data, aplikasi, augmented reality, big data, blockchain, edge computing, inovasi digital, IoT, keamanan siber, kecerdasan bisnis, kecerdasan buatan, komputasi awan, komputer kuantum, machine learning, otomasi, pengembangan perangkat lunak, perangkat pintar, realitas virtual, robotika, startup teknologi, teknologi

Riset dari Lokadata.id menunjukkan sekitar 69 persen anak muda menggunakan aplikasi telehealth untuk berobat. Apa alasannya?

Hasil riset tersebut mengungkap kepraktisan menjadi alasan utama banyaknya pengguna yang mengandalkan platform digital untuk mengadukan masalah kesehatan mereka.

Anak-anak muda yang kami survei, 69 persen mereka menggunakan Telehealth dan lebih dari satu aplikasi,” ujar Suwandi Ahmad, Chief Data Officer Lokadata.id dalam acara GDP Venture Powerlunch di Jakarta, Rabu (22/1).

“Awalnya kami curigain, ini adalah generasi mageran. Tapi ternyata reasoning-nya, alasan yang paling utama dari mereka adalah kepraktisan. Jadi membayangkan investasi waktu antara 4 sampai 6 jam untuk satu kali konsultasi ke layanan kesehatan, itu cukup membuang waktu. Itu termasuk antri obat dan lain sebagainya,” imbuhnya.

Suwandi menjelaskan responden-respondennya memiliki lebih dari satu aplikasi telehealth dikarenakan setiap aplikasi memiliki kekurangan dan kelebihan. Alhasil, mereka menggunakan beberapa aplikasi agar memiliki opsi ketika menggunakan layanan.

Alasan para responden ini menggunakan aplikasi telehealth cukup beragam, salah satunya karena tidak harus mengantre. Pasalnya, antrean menjadi salah satu isu yang cukup menyusahkan ketika melakukan pemeriksaan kesehatan.

Selain itu, kata Suwandi, para responden juga menggunakan aplikasi telehealth karena menghemat biaya transportasi. Pasalnya, sejumlah aplikasi telehealth telah menyediakan layanan pengiriman obat, sehingga pengguna hanya tinggal menunggu di rumah.

Meski banyak kepraktisan yang ditawarkan, para responden juga memiliki kekhawatiran terhadap aplikasi telehealth, di antaranya diagnosis yang tidak meyakinkan.

“Ada beberapa responden yang kami wawancarai itu mereka merasa kayak ngobrol dengan robot, kayak ngobrol dengan AI,” tutur Suwandi.

“Jadi mereka ada perasa meskipun diagnosisnya oke, tapi kok enggak meyakinkan karena mereka pake bahasa kayak menyalin dari referensi-referensi yang cukup umum,” tambahnya.

Kemudian, kekhawatiran lainnya terkait potensi kebocoran data. Para pengguna khawatir data mereka digunakan untuk kepentingan lain.

Menurut Suwandi, kekhawatiran ini kemungkinan dikarenakan kurangnya penekanan pada penjaminan keamanan data pengguna. Ia menyebut sejumlah aplikasi telehealth memajang campaign tentang pembayaran yang sertifikasi dan aman, tetapi tak banyak yang mengkampanyekan jaminan keamanan data.

Penggunaan AI di aplikasi telehealth

AI tengah menjadi topik yang hangat di berbagai bidang, dengan adopsi yang semakin luas. Aplikasi telehealth menjadi salah satu yang mengadopsi teknologi AI untuk memperkuat platformnya.

Dalam acara yang sama, Chief of Technology Transformation Office Kemenkes Setiaji menyinggung soal penggunaan AI pada aplikasi telehealth ini. Ia menyebut ada beberapa hal yang harus disoroti dalam penggunaan AI di aplikasi kesehatan, salah satunya soal transparansi.

“Pertama tentunya harus memastikan metode yang digunakan, harus transparan. Kan banyak orang yang klaim, oh AI saya sudah 80 persen, 90 persen, tapi harus dipastikan metodenya apa yang digunakan? Terus kemudian menggunakan basis data berapa? Jangan-jangan baru 10 sampel aja sudah klaim,” tutur Setiaji.

Menurut Setiaji, saat ini hasil pemrosesan AI sekadar membantu mempercepat diagnosis dan masih harus mendapatkan validasi dari dokter.

Setiaji mengatakan pihaknya belum memiliki regulasi untuk mengawal penggunaan AI di platform kesehatan. Namun, Kemenkes saat ini telah membuat kelompok kerja (pokja) yang terdiri dari pakar-pakar.

Pokja AI ini nantinya akan merumuskan regulasi penggunaan AI yang bisa diterima oleh para dokter.

“Kita sedang merumuskan regulasinya, termasuk juga memastikan use case mana dulu yang kita coba gitu ya, apakah masuk ke clinical atau yang non-clinical dulu gitu. Sehingga nanti tidak membahayakan manusianya,” pungkas Setiaji.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mahjong Wins

Mahjong Wins

Mahjong Wins

Mahjong Ways

Mahjong Ways

Mahjong Ways

Mahjong Ways

Mahjong Ways

Mahjong Ways

Mahjong Wins

driver ojol di medan menggunakan pola mahjong ways terbaru

inspirasi terbaru di bagikan seorang arsitektur pola mahjong ways

mahasiswi hukum berhasil menggapai cita citanya lewat mahjong

mudah maxwin lewat mahjong ways berkat teknik spin orangtua

mulyono debt collector mencoba mahjong ways penghasilan sampingan

profesi tukang reparasi bukan halangan untuk maxwin di mahjong ways

rayap besi main mahjong ways sambil gergaji tiang listrik

seniman jalanan kembali menginspirasi masyarakat berkat menang mahjong ways

seorang buruh harian menciptakan metode kemenangan mahjong ways

seorang fotografer sukses memotret kesuksesannya lewat mahjong wins

aspek yuridis jual beli surat maxwin pada mahjong ways 2

inovasi pemerintah kota bandung dalam penanganan mahjong ways

pemanfaatan modal kecil pada aspek kebutuhan maxwin 91919191

analisa faktor yang dapat membantu pemain meraih jp hari ini

strategi kemenangan seorang ojol dalam bekerja sambilan bermain mahjong

optimalisasi modal dengan bermain mahjong tanpa takut rungkad

pengembangan sumber daya manusia yang turut membantu kemenangan mahjong wins

faktor penghambat maxwin yang masih dilakukan di mahjong ways 2

perbandingan mahjong ways dan mahjong wins dalam memberikan kemenangan

ekspresi seorang buruh tani asal solo menang mahjong 29292929