Samsung disebut memiliki keuntungan di tengah perang tarif Amerika Serikat (AS) dan China. Hal tersebut berbanding terbalik dengan kompetitornya, Apple.
Terdapat perbedaan utama antara Apple dan Samsung yang saat ini menjadi sangat penting, yakni tempat perakitannya. Produk unggulan Apple, iPhone, saat ini dirakit di China, sementara Samsung diproduksi di Vietnam, India atau Korea Selatan.
Samsung tidak terlalu bergantung pada China seperti Apple untuk produksi smartphone. Poin ini menjadi semakin relevan karena Amerika Serikat dan China tengah terlibat dalam perang dagang yang saling balas-membalas, yang mengakibatkan tarif impor China setidaknya 145 persen dengan beberapa pengecualian.
Meski Apple telah mengalihkan beberapa produksi ke wilayah lain seperti India, estimasi bulan April dari Wedbush Securities mengindikasikan bahwa 90 persen dari produksi iPhone masih berada di China.
Smartphone dan beberapa perangkat dan suku cadang teknologi lainnya termasuk dalam pengecualian Presiden Donald Trump terhadap tarif resiprokal. Namun, pemerintah juga menjanjikan tarif berbeda yang ditargetkan secara khusus untuk semikonduktor akan segera diberlakukan.
Samsung tentu saja tidak kebal terhadap tarif atau dampak ekonomi yang mungkin ditimbulkannya.
Namun, Samsung juga tidak bergantung pada negara yang telah menjadi target terbesar serangan tarif Trump untuk memproduksi smartphone-nya. Artinya, Samsung mungkin tidak perlu mengubah operasi perangkat selulernya secara besar-besaran, jika tarif smartphone dari China membuat harga meroket.
“Keuntungannya adalah, ya, mereka tidak menghadapi angka gila seperti yang kita hadapi saat ini,” kata Gerrit Schneemann, seorang analis senior di Counterpoint Research, melansir CNN, Rabu (23/4).
Para analis di Wedbush Securities, yang dipimpin oleh direktur utama Dan Ives, menulis dalam sebuah catatan pada 20 April bahwa negosiasi dengan China harus dilakukan “secepatnya” demi “pasar, dunia teknologi, dan ekonomi AS.”
“Jika tidak, tarif dan perang dagang ini akan menimbulkan kerusakan besar pada pertumbuhan sekaligus meningkatkan inflasi… dan meninggalkan dunia teknologi dengan banyak pertanyaan dan tidak ada jawaban untuk merencanakan strategi masa depan mereka,” tulis catatan tersebut.
Apple, mengingat ketergantungannya pada China, telah menjadi fokus utama dari masalah tarif industri teknologi, dengan analis dari UBS memperkirakan harga iPhone 16 Pro Max yang dirakit di China dapat meroket sebesar US$800.
Perkiraan tersebut dibuat sebelum Trump mengatakan bahwa ponsel pintar dikecualikan dari tarif resiprokal.
Menurut Wedbush, hanya 5 persen iPhone yang dibuat di Vietnam dan India, sementara 5 persen lainnya diproduksi di negara lain.
Situasinya jauh berbeda dengan Samsung, yang menutup pabrik ponsel terakhirnya di China pada 2019 setelah kehilangan pangsa pasar dari saingan domestik di negara tersebut, meskipun masih memiliki operasi lain di sana.
Sumber di internal Samsung mengatakan bahwa sebagian besar produksi ponsel pintarnya kini dilakukan di Korea Selatan, Vietnam, India, dan Brasil.
Selain lokasi perakitan, Samsung disebut dapat mengambil keuntungan dari peran gandanya sebagai penjual barang elektronik konsumen dan produsen komponen seperti layar, memori, dan chip.
“Samsung mungkin memiliki sedikit keuntungan dalam arti bahwa Samsung adalah salah satu dari sedikit perusahaan di dunia yang terintegrasi secara vertikal,” kata Ben Barringer, analis teknologi global dari perusahaan manajemen investasi Quilter Cheviot