Strategi BRIN Cegah Kepunahan Orang Utan

Strategi BRIN Cegah Kepunahan Orang Utan

Peneliti Pusat Riset Zoologi Terapan (PRZT) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wanda Kuswanda memaparkan strategi untuk mencegah kepunahan orang utan, yakni program konservasi pembangunan koridor satwa liar.

Wanda awalnya menjelaskan kondisi habitat orang utan di Tapanuli, Sumatra Utara, yang saat ini hanya tersisa pada ekosistem Batang Toru. Ia menyebut spesies ketiga di bagian selatan pulau Sumatera hanya ada di sana, dan luas habitatnya sangat terbatas, sekitar 138,435 hektar.

“Artinya, jika kawasan itu rusak maka orang utan tersebut akan punah,” ujar Wanda, dalam Applied Zoology Summer School Series #3 secara hybrid, di Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Soekarno, Cibinong, Rabu (27/5), dikutip dari laman BRIN.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan kehilangan tutupan hutan khususnya di luar kawasan hutan periode 2022-2023 masih terjadi dan mencapai sekitar 121.000 hektar. Hal ini disebut akan memengaruhi penurunan daya dukung satwa liar di dalamnya.

Menurut Wanda, berbagai perubahan tutupan hutan mengakibatkan ancaman bagi beragam satwa liar, seperti menurunnya habitat, terputusnya wilayah jelajah, terisolasi, dan mengurangi ketersediaan pakan untuk mendukung pertumbuhan satwa liar.

Selain itu, hilangnya tutupan hutan berdampak pada stres dan konflik yang meningkat antara satwa dan manusia, pergerakan satwa menjadi terbatas, hingga mengakibatkan penurunan dan kematian populasi.

“Pada kawasan hutan sebagai habitat satwa liar, pembukaan areal hutan untuk berbagai kepentingan masih sering terjadi. Penebangan liar dan begitu banyaknya perubahan tutupan lahan menjadi perkebunan sawit, pertanian, serta lainnya dapat memicu meningkatnya laju penurunan satwa liar tersebut,” tutur Wanda.

Dengan kondisi saat ini, program konservasi alam perlu menjadi prioritas, salah satunya membangun koridor satwa liar.

“Bagaimana memfasilitasi pergerakan individu atau meta populasi orang utan yang terpisah pada blok-blok habitat tersebut,” jelasnya.

Wanda mengatakan koridor satwa merupakan areal atau jalur bervegetasi, baik alami atau buatan, untuk sarana terjadinya pergerakan atau pertukaran individu antarpopulasi, sehingga aliran genetik masih terjadi.

Tujuan koridor ini dalam upaya perlindungan dan pengawetan satwa liar di luar Kawasan Pelestarian Alam (KPA) dan Kawasan Suaka Alam (KSA).

“Dengan adanya amandemen UU No. 5 Tahun 1990 menjadi UU No. 23 Tahun 2024 merupakan dasar hukum yang lebih konkret, karena koridor menjadi bagian dari area preservasi,” jelas Wanda.

Koridor ini disebut berfungsi sebagai jalur penghubung habitat terfragmentasi, menjaga perkawinan silang antarpopulasi, mencegah inbreeding, fasilitas migrasi satwa, meminimalkan konflik satwa, menjaga ketahanan ekosistem, dan membantu adaptasi satwa reintroduksi.

Strategi konservasi

Dalam riset koridor orang utan tapanuli telah dibuat rekomendasi solusi pembangunan koridor.

Pertama, perlu desain ulang area koridor sebagai area preservasi. Beberapa syarat koridor yaitu tutupan hutan yang masih utuh, minimal lebar koridor 100 meter, meminimalkan gangguan dan potensi konflik, dan apabila memotong area perusahaan maka pilih potensi area pembukaan hutannya yang minim.

Kedua, pembangunan koridor artifisial/buatan melintasi jalan dan sungai. Ketiga, melakukan pemulihan area koridor yang terdegradasi.

“Harapannya, dengan pemulihan area koridor, selain akan memperluas pergerakan orang utan juga tentunya menambah ketersediaan daya dukung habitatnya. Salah satunya dengan penanaman pohon pakan. Tetapi catatannya adalah yang pemanfaatan oleh manusia dan orang utan itu berbeda, misalnya pengembangan pohon kemenyan yang juga sudah dikembangkan oleh masyarakat di Tapanuli Utara,” kata Wanda.

Keempat, pembangunan skema kompensasi non-tunai dan kolaborasi manajemen.

“Semoga bisa membangun suatu kelembagaan yang memberikan kompensasi non-tunai sebagai pengganti. Di mana, lahan yang masyarakat miliki tersebut dialihkan fungsinya untuk men-support konservasi orang utan,” harapnya.

Lebih lanjut, Wanda menyebut hasil riset telah berkontribusi pada kebijakan daerah, di antaranya Peraturan Bupati Tapanuli Selatan untuk pengembangan koridor dan konservasi orang utan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *