Tsunami yang sejumlah wilayah di Jepang usai gempa dangkal dengan Magnitudo 7,1 disebut dipicu oleh aktivitas subduksi dengan mekanisme tertentu. Simak penjelasannya.
Gempa dengan M 7,1 mengguncang Kochi, Provinsi Miyazaki, Jepang, Kamis (8/8) pukul 14.42.58 WIB. Lembaga Meteorologi dan Geofisika Jepang pun mengeluarkan peringatan tsunami.
Pada sore ini, menurut laporan media Jepang NHK News, gelombang tsunami mulai mencapai garis pantai Provinsi Miyazaki, Kochi, dan Kagoshiwa.
Di Miyazaki, ketinggian air mencapai 50 cm, di Nichinan Aburatsu mencapai 40 cm, dan di Hyuga Hozoshima ketinggiannya 10 cm. Sementara itu, di Tosa Shimizu, Kochi dengan ketinggian 20 cm.
Tsunami juga menerjang di wilayah Tanegashima Island Kumano, Kagoshima, dengan ketinggian 10 cm.
Daryono, Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), mengungkap gempa ini bisa memicu tsunami lantaran dipicu sejumlah faktor.
Yakni, pusat gempa (episenter) ada di laut dan termasuk gempa dangkal. Tepatnya, kedalaman 39 km di laut.
Selain itu, mekanisme gempanya berupa penunjaman lempeng (subduksi) dan sesar naik. Artinya, blok batuan tertentu naik akibat penunjaman itu.
“Dengan memperhatikan lokasi episenter dan hiposenternya, gempa ini merupakan jenis gempa dangkal yang diduga dipicu aktivitas subduksi Nankai Trough dengan mekanisme sesar naik (thrust fault),” tutur dia, dalam keterangan tertulis, Kamis (8/8).
Daryono menyebut gempa ini dirasakan paling kuat di Prefektur Miyazaki dengan skala intensitas mencapai VI-VII MMI (Mercalli Ontensity Scale) dan berpotensi menimbulkan kerusakan.
“Hasil pemodelan tsunami TOAST oleh BMKG menunjukkan bahwa gempa ini dapat memicu tsunami dengan potensi ancaman WASPADA dangan tinggi kurang dari setengah meter (0,5 meter < ) di sekitar pusat gempa,” ujar dia.
“Dan tidak berpotensi tsunami di wilayah Indonesia,” tandasnya.