Sebuah studi baru memprediksi sekitar 70 persen manusia di Bumi bakal terdampak cuaca ekstrem dalam 20 tahun mendatang imbas krisis iklim. Simak penjelasannya.
“Dalam skenario terbaik, kami menghitung bahwa perubahan [iklim] yang cepat akan berdampak pada 1,5 miliar orang,” kata Bjørn Samset, fisikawan dari Pusat Penelitian Iklim Internasional (CICERO) di Norwegia, mengutip Science Alert, Selasa (17/9).
Estimasi angka yang lebih rendah hanya dapat dicapai dengan mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan. Jika tidak, pemodelan yang dilakukan CICERO menemukan bahwa kondisi yang berbahaya ini akan berdampak pada 70 persen populasi manusia di Bumi.
Pemodelan CICERO juga menunjukkan sebagian besar dari apa yang akan terjadi sudah berlangsung. Pemodelan ini dilakukan oleh ilmuwan iklim Carley Iles dan rekan-rekannya di CICERO.
“Satu-satunya cara untuk menghadapinya adalah dengan mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi dengan kemungkinan yang jauh lebih tinggi dari kejadian ekstrem yang belum pernah terjadi sebelumnya, dalam satu atau dua dekade mendatang,” jelas Samset.
Merujuk data layanan iklim Eropa, Copernicus, Bumi baru saja mengalami musim panas terpanas di belahan Bumi utara. Sementara, belahan Bumi selatan juga mengalami musim dingin terpanas yang memecahkan rekor.
Peningkatan suhu global ini berdampak pada kebakaran hutan dan lahan, banjir, badai, hingga kekeringan ekstrem yang menghancurkan tanaman dan membuat penyebaran lebih banyak penyakit menular.
Pemodelan tersebut menunjukkan perubahan cuaca ekstrem lebih lanjut akan terjadi lebih cepat dari saat ini. Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya suhu, hujan, dan angin ekstrem yang lebih berbahaya dan dapat terjadi secara berurutan bahkan bersamaan.
Contohnya, peningkatan petir kering yang dikombinasikan dengan kondisi kering yang lebih besar meningkatkan intensitas kebakaran hutan dan lahan di seluruh dunia. Selain itu, gelombang panas yang melanda Pakistan pada 2022 diikuti dengan banjir parah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Para peneliti, dalam makalah penelitian mereka mengungkap bahwa masyarakat sangat rentan terhadap perubahan cuaca ekstrem yang cepat, terutama ketika beberapa bahaya meningkat sekaligus.
“Gelombang panas dapat menyebabkan stres akibat panas dan kematian berlebih pada manusia dan ternak, stres pada ekosistem, berkurangnya hasil pertanian, kesulitan dalam mendinginkan pembangkit listrik, dan gangguan transportasi,” kata para peneliti.
“Demikian pula, curah hujan yang ekstrem dapat menyebabkan banjir dan kerusakan pada pemukiman, infrastruktur, tanaman dan ekosistem, peningkatan erosi dan penurunan kualitas air,” lanjut mereka.