Berbagai pakar dan lembaga mengungkap prakiraan kondisi hilal atau fase bulan baru yang jadi penentu awal bulan Zulhijah, bulannya lebaran Iduladha. Simak analisisnya berikut.
Hari Raya Iduladha sendiri jatuh pada 10 Zulhijah tiap tahun hijriah-nya. Memang, Pemerintah, melalui Kementerian Agama, bakal menggelar Sidang Isbat Awal Zulhijah 1445 Hijriah pada 7 Juni sebagai acuan jatuhnya hari lebaran haji tersebut.
Meski begitu, penentuan awal bulan hijriah, termasuk Iduladha, bisa dilihat berdasarkan analisis prakiraan kondisi hilal berdasarkan perhitungan astronomi.
Kementerian Agama dan Nahdlatul Ulama sendiri memakai kriteria Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) dalam menentukan kondisi hilal.
Patokan utamanya adalah hilal punya ketinggian 3 derajat dan elongasi atau jarak sudut Bulan-Matahari 6,4 derajat. Di bawah angka-angka itu, belum dianggap masuk bulan hijriah baru.
Berikut penjelasan menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), ahli dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Muhammadiyah soal kapan Iduladha.
Prakiraan BMKG
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dalam kajian berjudul ‘Informasi Prakiraan Hilal Saat Matahari Terbenam Tanggal 6 dan 7 Juni 2024 Penentu Awal Bulan Zulhijah 1445 H’, memprediksi hilal Zulhijah memenuhi syarat pada 7 Juni.
Artinya, menurut perhitungan BMKG, 1 Zulhijah jatuh pada 8 Juni dan 10 Zulhijah jatuh pada 17 Juni.
Mereka menjelaskan perhitungan hilal itu berdasarkan sejumlah faktor-faktor berikut:
Tinggi hilal
Menurut BMKG ketinggian hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 6 Juni 2024 berkisar antara -5,15 derajat di Merauke, Papua, sampai dengan -1,57 derajat di Sabang, Aceh.
Sementara, ketinggian hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 7 Juni 2024 berkisar antara 7,27 derajat di Merauke, Papua sampai dengan 10,69 derajat di Sabang, Aceh.