Lebih dari 1.100 mahasiswa dan pekerja muda dari 120 perguruan tinggi di Amerika Serikat (AS) menandatangani perjanjian untuk menolak bekerja di Google dan Amazon hingga perjanjian dengan Israel dibatalkan.
Mereka berjanji takkan mengambil pekerjaan di kedua raksasa teknologi itu sampai mereka mengakhiri keterlibatannya dalam Project Nimbus. Proyek ini bernilai US$1,2 miliar yang bertujuan menyediakan layanan dan infrastruktur komputasi awan (cloud) buat pemerintah Israel.
Mereka menyatakan Amazon dan Google telah membantu Israel karena menyediakan teknologi tercanggih ke pemerintah dan militer Israel.
“Warga Palestina sudah dirugikan oleh pengawasan dan kekerasan Israel,” demikian bunyi perjanjian tersebut dikutip dari Wired, Rabu (19/6).
“Dengan memperluas kapasitas komputasi awan publik dan menyediakan teknologi tercanggih kepada pemerintah dan militer pendudukan Israel, Amazon dan Google membantu menjadikan apartheid Israel lebih efisien, lebih kejam, dan bahkan lebih mematikan bagi warga Palestina.”
Perjanjian itu ditandatangani oleh mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi unggulan di Amerika Serikat seperti Stanford, UC Berkeley, the University of San Francisco, hingga San Francisco State University.
Berdasarkan data yang dihimpun, Amazon dan Google menjadi perusahaan favorit bagi mahasiswa lulusan kampus STEM (sains, teknik, hingga matematika) terbaik. Pada 2024, 485 lulusan UC Berkeley dan 216 lulusan Stanford bekerja di Google.
Adapun perjanjian itu diorganisir oleh kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai No Tech for Apartheid (NOTA). Mereka menarget untuk mengumpulkan 1.200 tandatangan di aksi ini.
Sejak 2021, NOTA telah mengadvokasi Google dan Amazon untuk memboikot dan melakukan divestasi dari Project Nimbus dan pekerjaan lainnya untuk pemerintah Israel.
Sam, yang meminta untuk anonim karena takut akan dampak profesional, mengaku menandatangani surat tersebut sebagai lulusan program master ilmu komputer Cornell University pada 2023. Meskipun, ia mengaku itu sebenarnya berat.
Dia tergerak untuk bertindak setelah melihat teman-teman dari sekolah pascasarjana yang “berpikir satu arah secara pribadi,” tetapi kemudian “melanjutkan karier di perusahaan-perusahaan teknologi besar ini.”
“Saya kenal banyak orang yang, bukan berarti mereka punya harga tertentu, tapi ketika seseorang melihat gaji awal [dari perusahaan besar], itu akan sedikit menguji prinsip Anda,” kata dia.