Polemik Chattra Borobudur, Ahli Bongkar Kesalahan Insinyur Belanda

Polemik Chattra Borobudur, Ahli Bongkar Kesalahan Insinyur Belanda

Dosen arkeologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Aditya Revianur mengungkap kesalahan Pemerintah Kolonial Belanda ketika insinyur mereka, Theodoor van Erp, memasang chattra pada stupa inti Candi Borobudur.

Theodoor van Erp merupakan insyinur Belanda yang memimpin pemugaran pertama Candi Borobudur tahun 1907-1911.

Menurut Aditya, van Erp merekonstruksi pemasangan chattra dari bawah sebelum dipasang di bagian yasti stupa inti Candi Borobudur.

“Kemudian (chattra) dibawa ke atas, di situ saat dicocokkan itu van Erp baru sadar kalau itu ternyata tidak cocok. Tapi, kesalahan Belanda itu adalah (chattra terpasang di stupa) difoto,” kata Aditya ditemui di FIB UGM, Sleman, Kamis (12/9).

Kata Aditya, kala itu pemotretan dimaksudkan untuk estetika. Selain difoto, chattra yang terpasang di stupa inti juga diabadikan lewat sebuah lukisan.

Mengutip laman resmi Kemendikbud, pemerintah kolonial memberikan mandat kepada van Erp untuk mendokumentasikan Borobudur bersamaan dengan pekerjaan pemugaran.

Dalam kerja pendokumentasian ini, van Erp dibantu oleh J.J. de Vink yang menghasilkan lebih dari dua ribu lembar foto selama pengerjaan pemugaran Borobudur.

“Van Erp itu difoto buat postcard, kalau dulu kan ada postcard agar orang ke Borobudur. Nah, hanya untuk tujuan itu, tapi kan sama dia habis foto kan [chattra] diturunkan lagi karena tidak pas,” beber Aditya.

Potret stupa inti ber-chattra itu masih bisa ditemukan sampai hari ini, sekaligus sebagai bukti sejarah dan dimungkinkan menjadi rujukan dalam mewacanakan pemasangan chattra di Candi Borobudur beberapa tahun ini, meskipun secara otentisitas dan kaidah pemugaran dianggap keliru oleh para arkelog.

“Sebenarnya di bagian atas tidak hanya chattra kalau zaman Belanda itu, tapi Bendera Belanda juga. Kalau di foto itu kan ada foto versi chattra ada foto versi Bendera Belanda juga. Nah itu kan tujuannya buat estetika, soalnya pada waktu Borobudur selesai direkonstruksi oleh van Erp itu kan dunia pariwisata sedang naik. Belanda butuh itu agar orang-orang datang ke Borobudur dan juga (candi) Prambanan,” ungkapnya.

Aditya menilai wacana pemasangan chattra yang terus digaungkan pemerintah Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini harus dihapus seutuhnya. Artinya, bukan cuma ditunda saja.

Pasalnya, bentuk asli stupa inti Candi Borobudur memang tanpa chattra jika mengacu ke relief Gandawyuha, sehingga melangkahi prinsip pemugaran.

“Di relief Gandawyuha itu memperlihatkan bahwa stupa besar (Borobudur) itu tidak ada chattranya, dan kita bisa melihat di Borobudur di masa lalu kemungkinan besar tidak ada chattranya,” kata Aditya.

Aditya meyakini, para pendiri candi memahami kondisi alam dan geografi lokasi Borobudur berdiri. Misal, banyaknya petir hingga kawasan yang rawan diguncang gempa bumi.

Para pembuat Borobudur diyakini paham pemasangan chattra pada stupa inti apabila tersambar petir atau diguncang gempa maka hanya akan membahayakan orang-orang di bawahnya.

Selain itu, kata Aditya, pada stupa inti juga tidak ditemukan sambungan yang membuktikan bahwa tak ada desain atau jejak pemasangan chattra.

Kuat kemungkinan bahwa chattra hasil rekonstruksi van Erp bukan berasal dari batuan atau struktur asli stupa inti. Melainkan, komponen stupa-stupa kecil di area bawah Candi Borobudur.

“[Chattra] yang disusun van Erp itu kan menemukannya tidak di bagian teras atas Borobudur, tapi di bagian bawahnya. Nah, itu belum tentu di bagian Borobudur juga, soalnya dulu di sekitar Borobudur sudah ada stupa kecil-kecil. Tapi kan rusak kemudian diurug lagi, nah bisa jadi chattra yang disusun van Erp itu bagian dari stupa kecil-kecil di sekitar Borobudur. Soalnya berdasarkan bukti arkeologi, stupa kecil memang ada chattranya,” papar Aditya.

“Van Erp pun juga tidak yakin, soalnya saat stupa (chattra) yang disusun dia pada zaman Belanda dulu itu dipasang di bagian yastinya, ternyata itu tidak pas, tidak cocok, sehingga diturunkan lagi. Karena itu dia menyadari salah di sana. Karena sudah ada bukti-bukti itu maka tidak sepantasnya untuk dipasang, dan itu tidak mengurangi keutamaan Candi Borobudur itu sendiri,” pungkasnya.

Dosen arkeologi UGM lainnya, Niken Wirasanti menegaskan jika keberadaan chattra yang kini tersimpan di Museum Karmawibangga sudah dianggap menimbulkan polemik sejak dulu.

Kala Niken tergabung dalam dalam proyek pemugaran Borobudur bersama Kepala Lembaga Purbakala, mendiang Soekmono dan beberapa arkeolog senior lain medio 80an, sudah disepakati bahwa chattra hasil rekonstruksi Theodoor van Erp seharusnya disingkirkan.

“Sudah mendiskusikan bahwa chattra itu harus segera dibuang,” kenang Niken.

Niken menegaskan, pemasangan chattra pada stupa inti oleh van Erp yang dijadikan rujukan sekarang ini jelas-jelas keliru. Buktinya, insyinur Belanda itu sendiri menyatakan penyesalannya karena menilai pemasangan chattra menyalahi kaidah pemugaran dan otentisitas candi sehingga dilepas lagi.

“Pak Soekmono sendiri (bilang), wes gek ndang dibuang, beliau mengatakan jangan menjadi polemik lagi ini,” katanya.

“Maunya kita, keinginan banyak pihak ini bisa jadi pembelajaran jangan terulang lagi memasang chattra itu, tapi yang terjadi orang berpikir berbeda. ‘Oh, dulu pernah dipasang van Erp’, (muncul wacana) dipasanglah lagi, di situ yang terjadi bertahun-tahun,” sambungnya.

Niken pun mempertanyakan urgensi pemasangan chattra ini. Intinya, secara akademis dan prinsip pemugaran, pemasangan chattra tidak bisa dilakukan. “Prinsip mugar itu jangan ada yang palsu, jangan menambah, tapi mengembalikan ke bentuk semula,” pungkasnya.

Instalasi chattra atau payung di stupa induk Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah batal dipasang karena masih membutuhkan kajian lebih mendalam terkait autentisitas chattra Borobudur.

Chattra yang semula dijadwalkan untuk diresmikan pada 18 September 2024 pun akhirnya harus mengalami penundaan.

Temuan hasil kajian teknis dan Detailed Engineering Design (DED) yang disusun oleh tim ahli dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyimpulkan perlu dilakukan studi yang lebih mendalam tentang autentisitas chattra.

Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI dalam hal ini melakukan tujuh upaya strategis dalam menyikapi penundaan instalasi chattra tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *