Platform perpesanan Telegram akhirnya menyerah dan berencana membagikan data pribadi, seperti alamat IP dan nomor telepon pengguna, kepada otoritas terkait. Hal ini dilakukan setelah CEO Telegram Pavel Durov ditangkap beberapa waktu lalu.
Telegram selama ini dikenal sebagai platform yang menjunjung tinggi kerahasiaan 950 juta penggunanya berkat teknologi enkripsi dan privasi penggunanya. Tak heran, banyak penjahat seperti pengedar narkoba, ekstremis, termasuk supremasi kulit putih dan kelompok teror seperti ISIS menggunakan Telegram sebagai sarana komunikasi mereka.
Durov kemudian mengambil langkah drastis dengan mengubah persyaratan layanannya untuk mencegah penjahat menyalahgunakan platform tersebut. Hal tersebut disampaikan Durov dalam sebuah postingan di Telegram pada Senin (23/6),
Salah satu perubahan itu adalah Telegram telah memperbarui persyaratan layanan dan kebijakan privasinya untuk mencatat bahwa mereka akan menyerahkan alamat IP dan nomor telepon pengguna yang melanggar peraturannya kepada pihak berwenang sebagai tanggapan atas “permintaan hukum yang sah.”
Platform ini mengatakan akan mengungkap semua data pengguna yang dibagikan kepada aparat penegak hukum dalam laporan transparansi triwulanan.
Selain itu, Durov mengatakan jika pihaknya telah mengidentifikasi dan menghapus konten-konten bermasalah dari fitur pencarian publik.
“Pencarian di Telegram lebih kuat dibandingkan aplikasi perpesanan lainnya karena memungkinkan pengguna untuk menemukan saluran publik dan bot. Sayangnya, fitur ini telah disalahgunakan oleh orang-orang yang melanggar Ketentuan Layanan kami untuk menjual barang ilegal,” tulis Durov, mengutip CNN, Kamis (26/9).
“Jika Anda masih menemukan sesuatu yang tidak aman atau ilegal di Telegram Search, silakan laporkan kepada kami melalui @SearchReport,” lanjut dia.
Menurut Durov fitur pencarian di Telegram bertujuan untuk mencari teman dan menemukan berita, bukan untuk mempromosikan barang ilegal.
Meskipun perubahan ini kemungkinan akan mengurangi aktivitas kriminal di area publik platform, hal ini tidak serta merta menghentikan penggunaan ilegal dari obrolan pribadi yang terenkripsi secara end-to-end. Pasalnya, Telegram mengaku “tidak memiliki cara untuk menguraikan informasi yang sebenarnya” dari percakapan.
Telegram mengatakan bahwa mereka sebelumnya telah menindak beberapa konten yang melanggar peraturannya, termasuk membatasi akses ke beberapa saluran yang terkait atau dioperasikan oleh Hamas di tengah-tengah perang kelompok militan tersebut dengan Israel.
Telegram juga menghapus seruan untuk melakukan kekerasan setelah adanya laporan bahwa aplikasi ini digunakan untuk mengorganisir kerusuhan anti-imigran sayap kanan di Inggris.
Durov sebelumnya ditangkap dan diinterogasi oleh jaksa penuntut Prancis atas dugaan aktivitas kriminal di platform tersebut, termasuk transaksi geng dan perdagangan orang, serta dugaan kegagalan perusahaan untuk menyerahkan data yang terkait dengan penyelidikan.
Namun, dia kemudian dibebaskan dari tahanan polisi dengan jaminan sebesar 5 juta euro atau sekitar Rp85,7 miliar.